Rabu, 29 Oktober 2008

Forum komunikasi dan diskusi

MASIHKAH IBADAH HAJI MENJADI PRIORITAS UTAMA SAAT INI.

Saat ini adalah musim Haji tahun 2008, lebih dari 250 ribu jemaah Indonesia sedang menunaikan ibadah Haji di tanah suci. Kita baru saja merayakan Hari Raya Idhul Adha dan telah melihat tayangan di TV bahwa banyak kaum miskin Dhuafa yang berebut , berdesak-desakan untuk mendapatkan daging Qurban. Sebelumnya kita juga mendengar berita bahwa 21 orang meninggal karena terinjak-injak, memperebutkan sedekah sebesar Rp. 30.000,- per orang dari H. Syaikhon di Pasuruan Jawa Timur.
Begitu parahnya kondisi masyarakat miskin Dhuafa Indonesia sehingga untuk mendapatkan bantuan dana yang jumlahnya tidak seberapa harus berebut, berdesak-desakan bahkan harus mengorbankan nyawa, sementara itu bertambah banyak orang kaya yang berkali-kali berangkat Haji dan kurang memperhatikan nasib mereka. Apakah ibadah Haji masih menjadi prioritas utama ibadahnya kaum Muslimin di Indonesia saat ini ?

Menurut sudut pandang saya yang mungkin keliru ini, bahwa ibadah Haji pada saat ini berpotensi menjadi ibadah yang konsumtif/pemborosan, hanya untuk kepentingan individu/egois, wisata/nampak tilas, untuk prestise/kebanggaan/kesombongan/tolak ukur orang mampu, dilakukan dengan cara mengandalkan kekuatan phisik, berdesak-desakan, berebut, saling sikut untuk mencapai tujuan tertentu dalam ritual Haji. Oleh karena itu saya sempat berpikir, apakah ibadah haji saat ini masih Wajib diprioritaskan dibandingkan dengan ibadah lainnya. Saya berharap MUI mengeluarkan fatwa yang tidak lagi mewajibkan ibadah haji untuk saat-saat ini. Karena dari tahun ke tahun jumlah jemaah Haji Indonesia bertambah banyak melebihi Kuota, bahkan agar bisa berangkat kita harus menunggu sampai 2 atau tiga tahun yang akan datang, karena banyak para Haji yang akan berangkat lagi (untuk kesekian kalinya), jika ingin cepat berangkat maka harus sogok sini sogok sana demi memenuhi ”panggilan”, dan banyak pihak yang juga mengambil kesempatan untuk korupsi, menipu dan mengambil keuntungan berlipat ganda dari kegiatan Haji . Sementara itu rakyat miskin kaum Dhuafa di Indonesia juga bertambah banyak jumlahnya karena diterpa krisis global, dan mereka perlu diperhatikan dan ditolong, jika tidak ditolong mereka berpotensi menjadi pelaku tindak kriminal atau Kafir, dimana tanggung jawab Sosial kita semua terutama para Pak Haji yang berangkat berkali-kali.

Apakah ibadah Haji dapat digantikan oleh ibadah Zakat infaq dan sodakoh (ZIS) ? saya pernah mendengar hadist tentang seseorang yang mendapatkan predikat Haji Mabrur dari Rosulloh sebelum berangkat Haji, karena ongkos naik hajinya seluruhnya diberikan kepada tetangganya yang sangat membutuhkan pertolongan. Apakah hadist tersebut menjelaskan adanya alternatif untuk mendapatkan pahala ibadah lainnya setara dengan ibadah haji ? Disamping itu jika melihat manfaatnya maka amalan ZIS jauh lebih besar dibandingkan dengan Haji karena untuk kepentingan orang banyak dan dapat lebih produktif. Alangkah bahagianya kaum miskin Dhuafa jika mendengarkan berita bahwa masyarakat Indonesia yang akan berangkat Haji diwajibkan oleh MUI untuk menyetorkan ZIS sebanyak jumlah ONH yang dibayarkan, artinya seseorang dikatakan ”Telah Mampu” jika dapat menyediakan dana dua kali lipat ONH dan sudah memenuhi rukum Islam yang lainnya (ZIS) dengan sempurna (Haji rukun Islam yang terakhir). Jika dihitung dan dianalisa, setiap tahun jumlah Jamah Haji Indonesia kurang lebih 250.000 orang dikalikan dengan ONH biasa sebesar Rp. 32.000.000,- maka akan terkumpul ZIS sebanyak Rp. 8.000.000.000.000,- atau 8 triliun. Perhitungan ini adalah jangka waktu setahun, bagaimana kalau 10 tahun, dana sebanyak itu dalam sekecap akan dapat mengentaskan kemiskinan, terbukanya lapangan pekerjaan, berkurangnya tindak kejahatan, orang lebih tenang beribadah karena perut tidak lapar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Memelihara kebersihan/kesucian dari penyakit hati para calon jemaah haji sangat penting, saya belum yakin dapat menghindari perasaan Ujub dan bahkan Ria manakala tetangga, kawan kantor atau famili/saudara mengucapkan kata ”Selamat menjadi tamu Alloh” manakala mereka mengetahui rencana keberangkatan saya. Belum lagi acara-acara formal tradisional yang mengundang banyak orang dalam ”Walimatul Safar” misalnya sehingga semua orang akan tahu bahwa saya akan berangkat, belum lagi jika nanti saat meninggalkan rumah di antar/diarak oleh orang banyak sambil dielu-elukan ”Semoga menjadi haji mabrur”. Padahal predikat Haji mabrur dapat diperoleh manakala niat Haji nya bersih dan suci hanya karena Alloh semata. Sehingga jika CalHaj berangkat dengan niat yang belum suci dan bersih, maka tidak ada pahala yang didapat, apalagi ampunan dosa dan jaminan masuk Surga. Yang didapat adalah kebanggaan, harga diri, titel Pak/Bu Haji, pengalaman wisata dan pemborosan uang.

Jika diperhatikan dan diamati pada akhir-akhir ini, ceramah/dakwah tentang Haji jauh lebih banyak dan intensif dibandingkan dengan ibadah lainnya misalnya Zakat, Infaq dan Sodakoh. Apakah para Ustadz dan para Ulama sudah banyak yang berhutang budi kepada Biro Perjalanan Haji karena bisa gratis naik Haji berkali-kali sebagai pembimbing, sehingga mereka dituntut agar mempromosikan Haji atau karena sudah menjadi opsesi dan tradisi budaya Indonesia sejak jaman dahulu atau sebab lainnya, mari kita instropeksi diri. Saya masih ingat pesan orang tua saya atau mungkin orang tua lainnya kepada anaknya bahwa ”Apabila sudah mampu/punya uang segeralah naik Haji”, dan kita jarang mendengar nasehat ”Apabila sudah mampu/punya uang segeralah bersedekah membantu pesantren, anak yatim dan kaum Dhuafa”, betulkah demikian ?
Dapatkah kita merubah opsesi ini ?

Kesimpulannya, apakah ibadah haji masih menjadi prioritas utama ibadah kaum Muslimin di Indonesia saat ini ? Wallahu alam.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Kemudian Allah berkata kepada mereka,”Bangunlah oleh kalian di bumi sebuah rumah yang menjadi tempat kembali setiap orang yang Aku murka terhadapnya dari makhluk-Ku dan dia mengelilinginya (thawaf) sebagaimana kalian lakukan terhadap arsy-Ku maka Aku akan mengampuninya sebagaimana Aku telah mengampuni kalian.” Lalu mereka pun membangun ka’bah.
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/asal-usul-pendirian-ka-bah.htm